Frambusia merupakan
penyakit tropis yang termasuk ke dalam kelompok penyakit tropis terabaikan
(Neglected Tropical Diseases). Frambusia atau dalam beberapa bahasa daerah
disebut patek, puru, buba, pian, parangi, ambalo adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri Treponema pertenue yang hidup di daerah tropis. Bakteri
Frambusia berbentuk spiral dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapangan
gelap menggunakan metode fluoresensi. Penularannya melalui lalat
atau melalui kontak langsung dari cairan luka penderita ke orang yang mempunyai
kulit yang luka atau tidak utuh.
Penyakit Frambusia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Indonesia merupakan satu-satunya negara di regional Asia Tenggara yang melaporkan adanya kasus Frambusia berdasarkan laporan WHO tahun 2012. Pada tahun 2014, dilaporkan adanya 1.521 kasus Frambusia di Indonesia, terutama di Provinsi Banten, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Hasil survei serologi tahun 2012 di beberapa kabupaten/kota, menunjukkan prevalensi Frambusia berkisar antara 20–120 per 100.000 penduduk usia 1–15 tahun. Beberapa daerah yang mempunyai riwayat endemis Frambusia, seperti Provinsi Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, tidak melaporkan adanya Frambusia, tetapi belum dapat dipastikan sebagai wilayah bebas penularan Frambusia.
Kemajuan ekonomi Indonesia, peningkatan dan pemerataan pendidikan, kemajuan teknologi dalam pengobatan, serta meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat berdampak pada hilangnya kondisi yang mendukung penularan Frambusia dan semakin terlokalisirnya penyebaran Frambusia pada daerah tertentu. Situasi tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melaksanakan program Eradikasi Frambusia yang diharapkan akan tercapai pada akhir tahun 2020.
Di Kabupaten Yahukimo pada tahun 2015 sudah dilaksanakan survei Frambusia di Distrik Dekai dan ditemukan sebanyak 5 kasus positif Frambusia yang sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Berdasarkan data tahun 2015, maka pada tahun 2017 bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI melakukan kegiatan survei ulang untuk menentukan daerah Endemis Frambusia di Kabupaten Yahukimo pada bulan Agustus Tahun 2017.
Lokasi survei Frambusia berada di 2 Distrik yaitu, Distrik Dekai yang terdiri dari 7 kampung (Moruko, Kokamu, Masi, Sokamu, Kwasarama, Keike, dan Muara Bruto) dan di Distrik Seradala di 4 Kampung, Samboga, Seradala, Yewor dan Tokuni.
Hasil Survei RDT (Rapid Detection Rate) Frambusia di 7 Kampung Distrik Dekai dari jumlah 70 Sampel yang diperiksa terdapat 27 orang yang positif terindikasi Spilis/Frambusia dan dari 4 kampung di Distrik Seradala sekitar 40 sampel yang diperiksa terdapat 28 orang yang positif Spilis/Frambusia.
Sesuai dengan hasil pemeriksaan RDT Frambusia tersebut, maka Kabupaten Yahukimo pada Tahun 2017 ditetapkan sebagai daerah Endemis Frambusia dan perlu dilakukan pemberian obat pencegahan massal Frambusia kepada seluruh masyarakat untuk upaya mencegah terjadinya peningkatan penularan kasus dan menyembuhkan penderita Frambusia yang positif.
Oleh karena itu diharapkan kepada seluruh Stage Holder, khususnya Bupati Kabupaten Yahukimo, Kepala Distrik, Kepala Kampung, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Wanita, Lintas Sektor, LSM dan seluruh masyarakat dapat bekerjasama dalam upaya menyukseskan Program POPM Frambusia di Kabupaten Yahukimo selaras dengan Program POPM Frambusia Kemenkes RI untuk program Eradikasi Frambusia Se-Indonesia Pada Tahun 2019, dengan upaya menggerakan seluruh masyarakat Kabupaten Yahukimo untuk mendatangai UPT Puskesmas/Pustu guna mendapatkan obat Frambusia (Azitromisin).
Sumber : Admin
Penyakit Frambusia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Indonesia merupakan satu-satunya negara di regional Asia Tenggara yang melaporkan adanya kasus Frambusia berdasarkan laporan WHO tahun 2012. Pada tahun 2014, dilaporkan adanya 1.521 kasus Frambusia di Indonesia, terutama di Provinsi Banten, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Hasil survei serologi tahun 2012 di beberapa kabupaten/kota, menunjukkan prevalensi Frambusia berkisar antara 20–120 per 100.000 penduduk usia 1–15 tahun. Beberapa daerah yang mempunyai riwayat endemis Frambusia, seperti Provinsi Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, tidak melaporkan adanya Frambusia, tetapi belum dapat dipastikan sebagai wilayah bebas penularan Frambusia.
Kemajuan ekonomi Indonesia, peningkatan dan pemerataan pendidikan, kemajuan teknologi dalam pengobatan, serta meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat berdampak pada hilangnya kondisi yang mendukung penularan Frambusia dan semakin terlokalisirnya penyebaran Frambusia pada daerah tertentu. Situasi tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melaksanakan program Eradikasi Frambusia yang diharapkan akan tercapai pada akhir tahun 2020.
Di Kabupaten Yahukimo pada tahun 2015 sudah dilaksanakan survei Frambusia di Distrik Dekai dan ditemukan sebanyak 5 kasus positif Frambusia yang sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Berdasarkan data tahun 2015, maka pada tahun 2017 bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI melakukan kegiatan survei ulang untuk menentukan daerah Endemis Frambusia di Kabupaten Yahukimo pada bulan Agustus Tahun 2017.
Lokasi survei Frambusia berada di 2 Distrik yaitu, Distrik Dekai yang terdiri dari 7 kampung (Moruko, Kokamu, Masi, Sokamu, Kwasarama, Keike, dan Muara Bruto) dan di Distrik Seradala di 4 Kampung, Samboga, Seradala, Yewor dan Tokuni.
Hasil Survei RDT (Rapid Detection Rate) Frambusia di 7 Kampung Distrik Dekai dari jumlah 70 Sampel yang diperiksa terdapat 27 orang yang positif terindikasi Spilis/Frambusia dan dari 4 kampung di Distrik Seradala sekitar 40 sampel yang diperiksa terdapat 28 orang yang positif Spilis/Frambusia.
Sesuai dengan hasil pemeriksaan RDT Frambusia tersebut, maka Kabupaten Yahukimo pada Tahun 2017 ditetapkan sebagai daerah Endemis Frambusia dan perlu dilakukan pemberian obat pencegahan massal Frambusia kepada seluruh masyarakat untuk upaya mencegah terjadinya peningkatan penularan kasus dan menyembuhkan penderita Frambusia yang positif.
Oleh karena itu diharapkan kepada seluruh Stage Holder, khususnya Bupati Kabupaten Yahukimo, Kepala Distrik, Kepala Kampung, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Wanita, Lintas Sektor, LSM dan seluruh masyarakat dapat bekerjasama dalam upaya menyukseskan Program POPM Frambusia di Kabupaten Yahukimo selaras dengan Program POPM Frambusia Kemenkes RI untuk program Eradikasi Frambusia Se-Indonesia Pada Tahun 2019, dengan upaya menggerakan seluruh masyarakat Kabupaten Yahukimo untuk mendatangai UPT Puskesmas/Pustu guna mendapatkan obat Frambusia (Azitromisin).
Sumber : Admin
Komentar
Posting Komentar